spring

Jumat, 12 Juli 2013

Angels in Rebels of Rinjani (Part 1)



Pertama, maafkan saya jika tulisan ini berakhir panjang, karena begitu banyak yang ingin saya tuliskan tentang perjalanan ini. Tapi, let’s see then…
Kedua? Gak ada sebenernya,, :D , tapi demi keluhuran tata Bahasa Indonesia saya perlu menuliskan kata ‘kedua’. #penting ya?
 
Tidak seperti trip nanjak sebelumnya, untuk kali ini saya memberi tau ibu kira-kira dua minggu sebelum berangkat. Sesuai prediksi dengan ilmu probability & statistika, begitu banyak wejangan dan nasihat membanjir selama dua minggu itu… 
Ibu saya termasuk orang yang jarang travelling untuk rekreasi, dan anehnya tiba-tiba jadi komentator dan kritikus handal untuk persiapan nanjak ini, termasuk mengenai porter. Mendengar jumlah kami yang bersepuluh ibu saya menyarankan menggunakan porter 2 orang untuk guide dan sweeper. Well, saya memang anak yang bandel, pesan itu Cuma saya simpan sendiri, tidak saya sampaikan ke teman-teman sesuai amanat ibu saya. Saat itu saya pikir, biasanya satu tim pendaki saja pikir-pikir untuk menggunakan satu porter, apalagi dua..? 
Dan.. jeng..jeng.. jeng… Sesuai saran yang udah nanjak sebelumnya, keputusan terakhir satu tim kami adalah menggunakan dua porter! Mom is always right!!
See you later Mommy..! saying goodbye to ibu dan empek-empeknya di rumah yang tidak mampu membujukku untuk tinggal dan gak jadi nanjak #halah

Perjalanan dimulai hari Jumat sore 31 Mei dengan travel Transline tujuan Bandung yang ada di sekitaran Tebet. Sampai di Bandung sekitar jam setengah sepuluh malam (agak lama karena macet Jumat sore, namanya juga Jakarta :p), dan si Eling berbaik hati mau jemput buat ke kosannya.  Di kosan sudah ada ada Irene yang lagi keringin sepatu pake hair dryer (kreatif Ren,, J)
Skip skip skip sampe besok pagi nya,, ehh..  ntar dulu, ada yang perlu diceritain. Jadi malemnya saya beli makan ayam goreng judulnya, pake nasi, tapi apa daya,kayaknya si bapak yang jual nggak berhasil nangkep ayamnya (baca:bapaknya lupa bungkusin ayamnya), jadi yang dikasih ke saya nasi putihnya aja plus lalapan. Vegetarian deh,, ya sudahlah hajar aja berhubung belum makan dari siang :v :v

Besoknya pagi-pagi jam setengah lima surup kita sudah cabut ke stasiun Kiara Condong, buat naik kereta Pasundan jurusan Surabaya yang berangkat satu jam kemudian. Setelah kawan kita yaitu Ndank sampai juga di stasiun kami langsung unjuk tiket ke petugas dan masuk kereta. Langit masih agak gelap ketika kereta mulai bergerak.. Bismillah.. Let’s goo..!! Yeaayy..!!

Dari semua alat transportasi yang pernah saya naikin, yang paling saya suka yaitu kereta. Nggak bikin mabuk, bisa lihat-lihat pemandangan, dan nggak keganggu sama jalan yang berlobang-lobang. Jadilah saya pagi itu nikmatin pemandangan di luar kereta. Kalo ngelewatin orang-orang yang yang lagi ngeliatin kereta, pengen rasanya bilang,” Hei, hei, kami pergi loh.. ke Rinjani..!! ke Rinjani..!!”   #penting

Selama perjalanan lihat sawah-sawah yang menguning, bukit-bukit yang terselimuti kabut tipis, membawa kesan tersendiri.  Ada suatu pemandangan di mana saya lihat sekelompok anak laki-laki dengan ceria sedang main sepak bola di tanah lapang sebelah gedung sekolah yang bertuliskan SD Cihaur Kuning, dan sekelilingnya dilingkupi persawahan dan pepohonan yang berbukit-bukit. Sungguh suatu ‘adegan’ yang menunjukkan bahwa human and mother nature can really get along, if we try. Lalu melihat jalan pedesaan di tengah persawahan seperti visualisasi  Desa Sukasari yang sering muncul di buku-buku waktu jaman saya SD, di mana there’re no wars, no cries, no riots, and no bbm naik :p. Peaceful mind.

Dari jendela kereta suasana sekitar berubah-ubah dengan cepat, dari kota yang hiruk pikuk, pinggiran kota, perumahan yang ramai,persawahan, perumahan yang sepi, hutan, terowongan, dan entah apa lagi. Saya menikmati itu semua sampai saatnya sinar matahari yang panas mulai menyorot persis di wajah.  Kami berempat mulai mati gaya berhubung tidak ada game yang bisa dimainkan. Kartu uno, dsb. nggak dibawa. Akhirnya si Eling beli buku TTS yang dijual keliling sama pedagang di dalam kereta. Lumayan ngebantu itu TTS buat ngisi waktu selain duo Eling & Irene yang karaoke-an dalem kereta, cadas bener memang..
Dimulai dari gelap sampai gelap lagi, dan kami belom sampe-sampe di stasiun Gubeng Surabaya, wow..! Jam setengah 10 malam akhirnya sampailah kami di Gubeng, dan meluncur ke tempat sodaranya Irene di daerah Waru buat numpang tidur, mandi, sama makan.. hehehe (makasih ya sodaranya Irene J)

Besoknya tanggal 2 Juni siang, diiringi hujan deras kami berempat ke bandara Juanda untuk penerbangan ke Lombok Praya. Kami naik citilink yang ternyata saya pikir punya sense of art. Sambutan yang biasanya ada dalam pesawat, ditambahi pantun oleh mereka.  “Gili Trawangan yang indah dan elok, selamat datang di Lombok!”  Well done! Tapi sayangnya kami nggak dikasih air putih… #haus men..! #crying


tiga putri minus Ndank (photo by Eling)

Setelah itu kami menuju Masbagik menumpang mobil sewaan seharga 150ribu rupiah (kayaknya harga segitu karena teman kami ada yang lebih dulu kenal sopirnya, yaitu Bang Hafiz).  Sempet mampir ke mini market buat beli logistic yang bisa dibeli malem itu (takut besok kesiangan), sampailah kami ke basecamp PAS (Pencinta Alam Syahir) Masbagik.  Di sana sudah berkumpul anggota tim lainnya yaitu Raul, Sam, Wafiq, Rifqi, Aul, dan Yopie. Kami akan bermalam di basecamp PAS ini lalu kemudian esok pagi nya meluncurke Sembalun yang jaraknya kira-kira 2 jam bermobil dari Masbagik. Di basecamp, kami disambut Bang Ocep yang langsung menggiring kami ke bagian belakang rumah di mana plecing kangkung sudah menunggu dengan rayuannya #slurp…  Plecing kangkungnya begitu nikmat diramu oleh Mba Tya (istri Bang Ocep).  Bagian sedihnya yaitu saya yang nggak tahan pedas.. Setelahnya, kami diskusi untuk persiapan besok. Hasilnya diputuskan: nggak jadi porter, ada tiga teman dari PAS yang akan menemani. J
Lanjut di part 2 ya... :)

suasana diskusi di basecamp PAS (photo by Sam)

2 komentar: