Biasanya perjalananku telah direncanakan jauh-jauh hari,
minimal seminggu sebelumnya. Tapi kali ini tidak, kira-kira hanya H-2. Dan
tujuannya adalah ke Kep. Seribu, lebih tepatnya Pulau Kayu Angin Bira. Ajakan
perjalanan ini datang dari seorang teman yang cukup expert dalam kegiatan
outdoor. So, sangat-sangat antusias karena biasanya kalau jalan dengan orang
dengan tipe seperti temanku ini perjalanannya adalah versi ransel aka gembel
(ini yang aku cari J).
Perjalanan dimulai di halte busway grogol sebagai meeting
point, dengan sebelumnya aku menumpang busway pertama (pukul 5 pagi).
Sebenernya agak-agak heran juga, kenapa pagi banget. Ternyata pas sampai Muara
Angke, wow.. sudah sangat banyak orang yang akan ber-wiken ria di Kep. Seribu.
Setelah kurang lebih perjalanan 2 jam lebih naik kapal
tongkang, kami sampai di Pulau Kelapa yang bergandeng dengan Pulau Harapan.
Sembari beristirahat di tempat Bapak Eman yang akan mencari perahu jukung untuk
kami, kami berdikusi yang kesimpulannya bahwa kami melakukan snorkeling juga di
tiga spot. Imbasnya, di dompetku hanya bersisa satu lembar uang dua ribu
rupiah. Baru kali ini, dalam perjalanan duit di dompet sangat miris keadaannya.
Tapi tidak hanya aku, teman-temanku pun sama keadaan dompetnya. Out of budget!
Tinggalkan urusan dompet, mari terjun ke laut! Subhanallah,
pemandangannya cantik sekali ternyata. Dari atas, air laut terlihat jernih
kebiru-biruan, dan di baliknya ada warna-warni yang begitu beragam. Terumbu
karang, ikan-ikan warna-warni, bahkan bulu babi pun terlihat cantik dari dekat.
Semarak sekali!
Matahari telah ada di barat, ketika kami memutuskan untuk
mengubah tujuan menginap kami. Ada kabar dari temannya temanku bahwa beberapa
waktu lalu, temannya tersebut dijemput patroli karena menginap di Pulau Kayu
Angin Bira, karena sang pulau sedang dalam konservasi. Kami memutuskan untuk ke
Pulau Bira (letaknya berhadapan dengan Pulau Kayu Angin Bira) sebagai tempat
membangun tenda kami Tapi setelah menerima info lebih lanjut, diperlukan biaya
dua ratus ribu rupiah untuk menunaikan hajat kami tersebut. Terlebih kata Bapak
nelayan yang mengantarkan kami, tidak ada larangan untuk menginap di Pulau Kayu
Angin. Maka, dibangunlah tenda kami di sana.
Pulau Kayu Angin Bira tidak besar, dan menurut info Bapak Nelayan,
adalah kepunyaan Pak Benny (Who is he?). Tapi karena, hanya kami yang menginap
di pulau tersebut, maka bolehlah kami menganggap pulau itu adalah pulau pribadi
kami pada hari itu. Pasirnya sangat
halus dan putih. Airnya tenang seperti kolam renang dan sangat jernih.
Malam hari, separuh bulan muncul. Doom (tenda kecil) dibangun
agak masuk, di balik semak dan pepohonan. Di bawah sinar bulan dan sebatang
lilin, sambil menghirup kopi jahe, terpencil di sebuah pulau di Laut Jawa,
tanpa direncanakan, kami membicarakan paham spiritual, filsafat, politik, dan
manusia. Menyenangkan sekali rasanya.
Tapi di tengah obrolan itu, aku samar mendengar suara mesin
kapal mendekat. Ketika aku mengatakannya ke temanku, ia malah bilang kalau
merasa sedang di-senter-i. Maka lilin pun kami matikan, dan suara kami
pelankan. Khawatir kapal tersebut adalah kapal patroli. Tapi kami berasumsi
bahwa jika kami tidak menyalakan api unggun, then it’s ok. Sampah-sampah yang kami buat pun, kami bawa
kembali pulang esoknya.
Karena tim kami enam orang, dan hanya ada satu doom, sesuai
tujuan temanku ke sini, makan kami bertiga menggelar sarung dan sleeping bag di
pantai. Sisanya meringkuk di doom. Nikmat sekali tidur di beralas pasir beratap
langit dan bintang. Dan juga diiringi desir ombak yang lembut. Sungguh, aku
merasa beruntung pernah merasakan itu semua.
whuaaaa,,,,mupeeeng sgtzzz..mauuuuu
BalasHapusboleh minta informasi cara menuju pulau bira ini gak?sama semua biaya nya juga,hehe..terima kasih..
BalasHapusKalau dari Grogol ke Angke naik angkot sekitar 4k,
BalasHapuskapal dari Angke ke Pulau Kelapa 35k
untuk makan 60k 3x makan, disedia-in sama si bapaknya
:)
Ada CP bapak2 nya ga sis?
BalasHapusThanks
Teman yang punya mas bro :)
BalasHapus